Monday, November 5, 2007

"Saya Berutang 100 Buku Pada Indonesia"

Kalau Gandari, pengantin Raja Pemangku Destarata dalam cerita Mahabharata, ingin memiliki anak seratus, maka Andrias Harefa pun menginginkan jumlah yang sama. Bedanya, bukan seratus anak yang ingin dilahirkan Andrias, melainkan seratus buku yang lahir dari ketajaman penanya. "Kecuali saya mati, saya akan menulis 100 buku," ujar pria asal Curup Bengkulu itu dengan mantap. "Itu adalah utang saya pada Republik ini," katanya menambahkan.

Itu tentu saja bukan janji gombal. Alih-alih terdengar muluk-muluk, pernyataan itu justru menunjukkan betapa kuatnya tekad sang penulis itu untuk mempersembahkan karyanya. Dan, sebagai bukti dari keseriusan itu, terhitung sejak 1998 sampai 2005, Andrias telah berhasil menerbitkan sebanyak 25 judul buku, atau rata-rata tiga buku setiap tahun. Hebatnya lagi, sebagian buku-bukunya itu berhasil masuk jajaran best seller. Luar biasa!

Andrias terutama dikenal sebagai penulis buku-buku motivasi dan manajemen diri. Itu sesuai dengan visi hidupnya: menebarkan semangat belajar dan optimisme sehingga setiap orang dapat menjadi pribadi terbaik dan berkarya dalam hidupnya. Pilihan itu juga sejalan dengan latar belakangnya sebagai seorang trainer. Sejak buku pertamanya Sukses Tanpa Gelar diterbitkan pada tahun 1998 Sampai saat ini, buku-bukunya selalu menjadi pilihan penting bagi para pelalap buku-buku motivasi.

Walaupun bukunya baru diterbitkan pertama kali pada tahun 1998, sebenarnya Andrias telah meraih berbagai prestasi dalam bidang tulis menulis jauh sebelumnya. Prestasi pertamanya diraih saat duduk kelas II SMP dengan menjuarai lomba karya ilmiah pelajar SMP tingkat kabupaten di Bengkulu.

Tentang prestasinya itu, Andrias punya kenangan khusus. Ia mengaku bahwa saat itu sebenarnya belum sadar kalau dirinya punya bakat menulis. Guru Bahasanyalah yang pertama-tama menemukan potensi itu, dan menganjurkannya mengikuti lomba. Walaupun awalnya ragu, Andrias akhirnya mengikuti saran tersebut. Dan, betapa senangnya dia ketika ternyata karyanya berhasil menyabet juara I lomba tersebut.

Tahun 1986, saat Andreas menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, sukses itu kembali terulang. Kali ini dia menjuarai Lomba Karya Tulis Mahasiswa Hukum tingkat Propinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sukses itu membuat pengagum Ahmad Wahib ini makin yakin dengan kemampuannya. Ia bahkan berpikir untuk menekuni dunia kepenulisan dengan lebih serius.

Namun , benih yang masih terkubur itu ternyata masih perlu menunggu untuk benar-benar tumbuh. Sejak pindah ke Jakarta di tahun 1989, Andrias memilih profesi sebagai trainer. Di tahun-tahun berikutnya, profesi ini berhasil melambungkan namanya sebagai instruktur pelatihan dan konsultan yang mengagumkan. Tak kurang dari enam penghargaan diterimanya sebagai konsultan berprestasi; Club 250 (1992), Diamond Club selama empat tahun berturut-turut (1993-1996), dan instruktur yang kreatif-inovatif (1995).

Baru pada tahun 1998, Andrias kembali ke dunia tulis menulis. Bukunya yang pertama (Sukses Tanpa Gelar terbitan Gramedia Pustaka Utama langsung menjadi best seller. Dan ibarat serangkaian petasan, ledakan sukses itu pun kemudian berlanjut lewat buku-buku yang lainnya, seperti Berguru pada Matahari (1998), Mematahkan Belenggu Motivasi (1999(, Membangkitkan Roh Profesionalisme (1999(, Menjadi Manusia Pembelajar (2000), Agar Menulis/Mengarang Bisa Gampang (2002), Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup( 2002), Mengasah Indra Kepemimpinan (2003), dan Be Happy: Memulung Keceriaan dari Sekolah Kehidupan(2005).

Dengan kesuksesan yang telah dicapainya, Andrias tentu saja merasa senang. Terlebih jika hasil pemikirannya itu benar-benar membantu para pembaca belajar dalam sebuah "Sekolah Kehidupan". Biar begitu, Andrias tidak mau berpuas diri dulu. Ia tetap ingin mempersembahkan 100 buku untuk rakyat Indonesia.

Tak seperti Gandari yang kehadiran keseratus anaknya malah menghancurkan dunia, sseratus buku yang akan dipersembahkan Andreas justru akan membuat dunia semakin bersinar. Kita tunggu saja.


Ismail Prawira Kusuma
Sumber:
http://mitranetra.or.id/news